Tari Kuda Kosong, Mengabadikan Tradisi Kuda Kosong di Cianjur
Tari Kuda Kosong merupakan sebuah karya seni yang lahir dari kekhawatiran akan punahnya Tradisi Kuda Kosong di Kabupaten Cianjur.
Pencipta tarian ini, Tatang Setiadi, menghadirkan interpretasi baru yang mempertahankan esensi dan makna dari Tradisi Kuda Kosong.
Tari Kuda Kosong adalah tarian kolosal yang melibatkan banyak penari dan pengiring musik. Pada tarian ini, peran utama diperankan oleh replika Kuda Kosong yang dimainkan oleh dua penari.
Pada tahun 2011, Tari Kuda Kosong mendapat pengakuan nasional ketika ditampilkan dalam program “Belajar Indonesia” di Trans TV.
Tari Kuda Kosong juga telah menjadi objek penelitian untuk karya tulis ilmiah dengan judul “Tari Kuda Kosong Karya Tatang Setiadi di Sanggar Perceka Kabupaten Cianjur” yang ditulis oleh Ida Widaningsing pada tahun 2009.
Hal ini menunjukkan pentingnya Tari Kuda Kosong sebagai bagian dari warisan budaya yang patut dipelajari dan dilestarikan.
Menurut sejarahnya, Tradisi Kuda Kosong terkait dengan sikap rendah hati leluhur Sunda di Cianjur saat mereka diberi kuda sebagai hadiah oleh Raja Mataram, yang pada saat itu berkuasa di Tatar Pasundan.
Kelahiran Tradisi Kuda Kosong juga menjadi penanda berdirinya wilayah Cianjur di Jawa Barat.
Saat itu, Raden Kanjeng Aria Wiratanudatar, pemimpin tertinggi di Cianjur, diberi tugas oleh Raja Mataram untuk memberikan upeti sebagai tanda berdirinya wilayah baru di tanah Sunda.
Meskipun upeti yang diberikan terbilang sederhana, yaitu 3 butir padi, 3 butir lada, dan 3 buah cabe rawit, Raja Mataram memakluminya.
Sebagai balasannya, Aria Natadimanggala, adik dari Raden Kanjeng Aria Wiratanudatar, diberikan tiga hadiah berupa seekor kuda, sebilah keris, dan pohon saparantu (kemenyan).
Dari sinilah lahir Tradisi Kuda Kosong yang menjadi salah satu kesenian asli Kabupaten Cianjur.
Tradisi Kuda Kosong diadakan setiap satu tahun sekali, tepat pada hari jadi Kabupaten Cianjur pada 12 Juli atau saat peringatan kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus.
Salah satu aspek menarik dari Tradisi Kuda Kosong adalah kerendahan hati yang tercermin dalam pelaksanaannya.
Kuda yang ikut serta dalam tradisi ini akan diberi kain berwarna hijau dan diarak mengelilingi kota, seolah-olah memberikan penghormatan kepada warga yang menonton.
Di dalam kepercayaan setempat, dikatakan bahwa kuda tersebut dipengaruhi oleh Suryakencana, anak hasil pernikahan Raden Aria Wiratanudatar dengan jin.
Tari Kuda Kosong merupakan upaya untuk mempertahankan dan memperkenalkan Tradisi Kuda Kosong kepada generasi muda serta masyarakat luas.
Dengan adanya tarian ini, Tradisi Kuda Kosong dapat terus hidup dan dinikmati oleh semua orang sebagai bagian dari warisan budaya yang berharga.