Mengenal Cianjur dari Berbagai Sudut

Sejarah Kopi Cianjur di Jaman Kolonial: Sistem Pikul (Bagian 3-habis)

0

Penulis : E.D Jenura

Menurut Jan Bremen dalam bukunya, “Koloniaal Profijt van Onvrije Arbeid“, sementara penanaman kopi berhasil melampaui harapan dengan adanya Tanam Paksa, penyalurannya sendiri masih bermasalah.

Kopi yang terkumpul ditimbang dulu sebelum diangkat hewan beban, lalu bersama-sama penuntunnya membentuk iringan menuju gudang pengapalan.

Masalahnya adalah, sedikit sekali hewan beban yang bisa digunakan untuk mengangkut jumlah yang terus bertambah dan dibutuhkan tenaga manusia dalam perjalanan nan rohaka ini.

Seekor kerbau biasanya bisa mengangkat sekitar 110 pon ditambah beras yang cukup untuk penuntunnya selama perjalanan jauh.

Sebelum pertengahan abad ke-18, telah dibangun gudang pengapalan di tepi sungai Citarum dan Cimanuk, yaitu masing-masing di Cikao dan Karangsambung.

Dari sini kopi diangkut dengan perahu ke pantai. Karena kedua sungai ini tidak dapat dilayari dengan melawan arus, maka sampai halte terakhir ini pengangkutan harus melalui darat, suatu perjalanan pulang-pergi dengan hewan beban yang memakan waktu sedikitnya dua bulan.

Dalam laporannya mengenai kondisi wilayah Priangan dan Karawang pada 1816, Administrator Gudang VOC Gerrit Willem Casimir van Motman, memberikan perkiraan kuantitas produksi kopi secara kasar adalah kurang lebih sebanyak 42.000 pikul.

Menurutnya, tak pernah ada pemeriksaan secara rutin di tahun-tahun sebelumnya karena jumlah pengawas kopi hanya sedikit, apalagi yang telah memiliki pengalaman lebih dari satu atau dua tahun.

Meski begitu, Van Motman mengklaim dirinya bisa meningkatkan produksi kopi hingga 100.000 pikul dalam jangka pendek dengan rencana penambahan staf Eropa untuk mengawasi produksi yang terdiri dari residen tambahan dan dan empat asisten, serta satu inspektur untuk masing-masing lima kabupaten (, Bandung, Sumedang, Limbangan dan Sukapura).

 

 

Pada saat itu, kantor Inspektur Budidaya Kopi berlokasi di Wanayasa, di perbatasan antara Krawang dan . Motman lalu menyarankan relokasi kantor ke .

Sejak saat itu, Tanam Paksa kopi jelas berpindah dari kaki bukit ke dataran tinggi.

Leave A Reply

Your email address will not be published.