Makna Dan Filosofi Pakaian Adat Pangsi Dari Jawa Barat
CIANJUR – Tanah Pasundan, yang terletak di Jawa Barat, merupakan wilayah yang kaya akan kebudayaan, dan salah satu aspek yang paling mencolok adalah pakaian adatnya yang menawan.
Suku Sunda, salah satu suku besar di daerah ini, memiliki berbagai jenis pakaian adat yang tidak hanya cantik secara visual tetapi juga sarat makna. Salah satu contoh utama adalah Pangsi, pakaian adat khas Jawa Barat yang menggambarkan kekayaan dan kedalaman budaya Sunda.
Pangsi adalah pakaian adat yang memiliki nama yang unik, yaitu singkatan dari “Pangeusi numpang ka sisi,” yang berarti pakaian penutup tubuh yang dililitkan di tubuh seperti sarung. Nama ini menggambarkan cara penggunaan Pangsi yang sederhana namun elegan, dengan cara melilitkan pakaian di tubuh dengan cara menumpang pada sisi-sisi tubuh.
Baca Juga:
Secara struktural, Pangsi terdiri dari dua bagian utama yaitu baju yang dikenal sebagai “Salontreng” dan celana yang disebut “Pangsi.” Salontreng adalah baju dengan lengan panjang dan desain yang luas, sementara Pangsi adalah celana panjang yang dipadukan dengan baju tersebut untuk menciptakan tampilan yang harmonis. Kombinasi ini mencerminkan kesederhanaan dan kepraktisan, namun tetap mengedepankan nilai estetika dan tradisi.
Pangsi tidak hanya memiliki nilai fungsional tetapi juga mengandung filosofi yang mendalam, yang diwariskan dari generasi ke generasi. Pakaian ini memiliki tiga makna utama, yaitu “tangtung,” yang mencerminkan kestabilan dan keseimbangan dalam kehidupan; “nangtung,” yang mengandung arti keteguhan dan kekuatan dalam menghadapi berbagai tantangan; serta “samping,” yang menekankan pentingnya hubungan sosial dan interaksi antarindividu dalam masyarakat.
Baca Juga:
Reak, Kesenian Tradisional Cianjur Dengan Nilai Budaya Mendalam
Salah satu ciri khas Pangsi adalah sambungan jahitan antara badan dan lengan yang dikenal dengan nama “Beungkeut.” Beungkeut tidak hanya berfungsi sebagai penghubung praktis antara bagian-bagian pakaian, tetapi juga menyimpan filosofi yang mendalam. Filosofi Beungkeut mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur dengan ungkapan “Ulah suka-siku ka batur, kudu sabeungkeutan, sauyunan, silih asah, silih asih, silih asuh, kadituna silih wangi,” yang dapat diterjemahkan sebagai larangan untuk berperilaku licik terhadap sesama dan dorongan untuk menyatu dalam ikatan batin, saling menasehati, mengasihi, menyayangi, serta menjaga nama baik bersama.
Dengan desain yang elegan dan makna yang mendalam, Pangsi tidak hanya merupakan simbol keindahan pakaian adat tetapi juga mencerminkan nilai-nilai budaya dan sosial masyarakat Sunda. Pakaian ini, yang sering dipakai dalam upacara dan acara budaya, menjadi sarana untuk merayakan dan melestarikan warisan budaya yang berharga. Pakaian adat Pangsi mengingatkan kita akan kekuatan persatuan dan integritas dalam kehidupan sosial, serta pentingnya menghargai dan melestarikan tradisi budaya yang menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas bangsa.