Ketika Tertiary Education Merusak Mimpi Anak Bangsa
CIANJUR – Pernyataan Sekretaris Direktorat Jenderal Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie, yang menyatakan bahwa pendidikan tinggi bersifat Tertiary Education memicu banyak kontroversi dan merusak mimpi anak bangsa.
Seluruh mahasiswa Indonesia yang terkena dampak dari kenaikan UKT melakukan aksi protes baik di kampus mereka maupun di rapat bersama Komisi X DPR.
Ketika pendidikan dikatakan sebagai pilihan ketiga, rasanya terdengar sembrono dan tidak solutif. Hal ini justru melukai masyarakat dan seluruh anak bangsa yang ada di negeri ini, menghambat mereka untuk bisa melanjutkan pendidikan di bangku kuliah.
Baca Juga:
Perbaikan Jalan Penghubung KBB-Cianjur Memerlukan Kajian Geologi Mendalam
Jika pemerintah tidak memprioritaskan pendidikan, terserah saja UKT mau semahal apa, dan terserah apakah mahasiswa sanggup melanjutkan kuliah atau harus drop out dari kampusnya. Jika pendidikan hanya dianggap sebagai sebuah pilihan, lalu bagaimana negeri ini dapat menjunjung tinggi amanat UUD 1945 alinea 4 yang berbunyi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa? Bagaimanapun, perguruan tinggi negeri merupakan investasi negara terhadap berkembangnya generasi bangsa, dan bukan sebagai bisnis negara.
Dalam konteks perguruan tinggi, berdasarkan data BPS Maret 2023, hanya 10,15 persen penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang telah menamatkan pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi. Akses yang masih sangat terbatas ini disebabkan oleh tingginya biaya pendidikan. Pandangan pemerintah yang menganggap pendidikan tinggi sebagai kebutuhan Tertiary Education justru memperburuk keadaan ini.
Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menuntut agar pemerintah mengembalikan pendidikan, termasuk pendidikan tinggi, sebagai kebutuhan publik (public good) dan menolak segala bentuk komersialisasi di perguruan tinggi, terutama di Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH). Pemerintah harus bertanggung jawab untuk memastikan hak ini terpenuhi.
Baca Juga:
Dalam rangka menuju bangsa yang cerdas dan mewujudkan visi Indonesia Emas, hanya mengandalkan pendidikan SMA/SMK saja belum cukup. Seluruh anak bangsa di negeri ini seharusnya bisa mendapatkan layanan pendidikan perguruan tinggi yang adil dan merata tanpa terkecuali. Oleh sebab itu, keberpihakan negara harus hadir lewat regulasi di mana beban operasional pendidikan tinggi tidak sepenuhnya ditanggung oleh mahasiswa.
[…] Ketika Tertiary Education Merusak Mimpi Anak Bangsa […]
[…] Ketika Tertiary Education Merusak Mimpi Anak Bangsa […]