Mengenal Cianjur dari Berbagai Sudut

Cerita Tentang Selakopi, Dulu dan Sekarang

0

Setiap manusia pasti mempunyai cerita masa kecil yang paling diingat, baik suka maupun duka.

Kenangan masa kecil merupakan lingkaran waktu yang sangat berharga, membuat semua orang ingin kembali ke fase paling menyenangkan dalam hidup yang tidak akan bisa terulang kembali.

Saat kecil mungkin yang ada di pikiran banyak orang yaitu tidak memiliki beban dalam hidup, namun nyatanya masa kanak-kanak merupakan fase seseorang diasah dan siap tidak siap akan memasuki fase kehidupan yang “sesungguhnya”.

Macam-macam hal bisa terlintas dalam kepala jika otak kita memutar memori ke masa lalu, seperti seseorang yang pernah dikenal atau ditemui, kota atau daerah, barang, tempat-tempat tertentu dan lain-lain.

Ngomong-ngomong soal tempat, untuk sebagian orang mungkin pernah menghabiskan masa kecil di lingkungan yang berbeda dengan masa dewasanya, namun ada juga yang menetap di tempat yang sama dari lahir hingga tumbuh dewasa.

Sebagai warga yang menghabiskan masa kecil hingga menjadi sosok dewasa yang menjalani fase hidup “sesungguhnya” saya bisa merasakan perubahan yang signifikan dari lingkungan masa kecil. Adakah dari kalian sahabat Cianjurkuy yang pernah atau tinggal di daerah Selakopi?

Dulu banyak orang bilang, Selakopi merupakan “kompleks dokter” karena daerah yang terbentang di Jalan Ir. H. Juanda ini memang menjadi tempat praktek para dokter mulai dari dokter umum, anak, spesialis organ dalam, kecantikan, gigi dan mulut, hingga bersalin. Namun, dari waktu ke waktu sebuah daerah pun bisa dimakan oleh zaman.

Sebelum diberlakukan satu jalur, Selakopi menjadi lingkungan yang padat dan cukup macet di jam-jam tertentu, apalagi disaat jam masuk, istirahat atau jam pulang SD Negeri Selakopi 1 dan 2.

Selain karena ruas jalannya yang tidak terlalu besar, di kanan dan kiri pun dipenuhi mobil atau motor yang terparkir begitu saja.

Untuk saya yang lahir di tahun 90an, sebelum adanya smartphone dan jaringan internet yang memadai seperti saat ini, saya sempat mengalami hype warung telekomunikasi (wartel) dan dilanjut dengan digandrunginya warung internet (warnet) di kalangan anak muda.

Ada satu warnet yang didekorasi dengan nuansa hitam dan putih dengan AC super dingin, kita sebut saja warnet hitam putih, karena saya sudah lupa namanya.

Buat kamu yang tinggal di Selakopi mungkin bisa menebak nama warnet ini. Lokasinya sekarang ditempati oleh salah satu brand makanan cepat saji dan bersebelahan dengan salah satu mini market di Selakopi, ada yang ingat?

Warnet hitam putih ini menjadi saksi masa kecil saya untuk sekedar mencari hiburan atau mengerjakan tugas sekolah.

Buat kamu anak 90an pasti tidak asing dengan tampilan billing biru bergambar lumba-lumba khas warnet, kan?

Mulai dari harga paket Rp 3.000 per jam hingga Rp 6.000 per jam saya alami di warnet hitam putih tersebut.

Selakopi memang bukan daerah yang punya banyak tradisi dari masyarakatnya, hanya saja suasana di hari-hari spesial cukup membekas di memori saya.

Rumah saya kebetulan ada di pinggir jalan, sama seperti di jalan-jalan lainnya saat malam tahun baru dan hari raya suasana jalan dipadati dengan pengendara mobil/motor juga arak-arakan.

Indahnya cahaya dari lampu obor dan petromaks menghiasi gelapnya jalanan Selakopi di malam hari.

Saat saya kecil dan memasuki fase remaja, Selakopi belum dibangun lampu-lampu jalan yang memanjakan mata dan ornamen nama-nama Nabi dan Rasul seperti saat ini, pohon-pohon besar pun masih rindang.

Tradisi yang cukup rutin dilakukan dulu yaitu satu momen di malam hari raya Idul Fitri atau Idul Adha, kumpulan anak-anak dari gang-gang di Selakopi membawa bedug masjid ke pinggir jalan dan melantunkan takbir bersama-sama, bersautan dengan takbir yang jadi arak-arak di jalanan.

Bangunan-bangunannya masih belum banyak yang terisi, jadi di momen-momen tertentu anak-anak bebas bermain di halamannya.

Semakin berjalannya waktu, semakin banyak perubahan yang saya rasakan di tempat saya lahir dan menghabiskan masa kecil tersebut.

Sekitar akhir tahun 2016/awal tahun 2017, jalan Selakopi diberlakukan satu jalur, rute angkutan kota pun berubah. Sangat terasa perbedaannya karena jalanan mendadak sepi dan tertib.

Tidak sedikit yang mengeluhkan soal itu, karena akses satu jalur cukup mempengaruhi jumlah penjualan beberapa toko di sana.

Namun, bagi orang tua yang menyekolahkan anaknya di SD Negeri 1 dan 2 Selakopi, tidak usah khawatir lagi dengan padatnya jalan raya semenjak diberlakukan satu jalur ini.

Tahun berganti tahun, zaman berganti zaman. Buat kamu warga pasti tahu, kini Selakopi dikenal dengan “kawasan elit” karena berbagai macam brand dan kedai kopi lokal menjamur di sana.

Ditambah lagi kini lokasinya sangat dekat dengan Citimall 2 yang baru diresmikan oleh Bupati Herman Suherman pada Desember tahun 2021 lalu.

Bangunan-bangunan dokter, apotek dan klinik kini mulai bersampingan dengan kedai kopi, restoran cepat saji dan toko-toko lainnya.

Semula saat diberlakukan satu jalur, memang terasa sepi namun di awal tahun 2020an hingga saat ini Selakopi sudah hidup kembali menjadi kawasan hiburan anak muda.

Ada satu yang menarik yang akan saya ceritakan, karena bagi saya hal ini sangat berkesan sebagai warga yang dibesarkan di daerah Selakopi.

Di awal tahun 2000an saya sempat tinggal bersebelahan dengan kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten .

Bangunan besar bernuansa putih itu punya halaman yang luas dan pohon mangga yang lebat.

Ketika saya kecil, saya beberapa kali mengintip dari lantai 2 rumah saya untuk melihat isi kantor yang saya sendiri belum mengerti apa fungsinya.

Ketika panen mangga, tidak jarang buahnya tumbuh hingga memasuki pekarangan rumah saya.

Beruntungnya, keluarga kantor KPU juga tidak segan berbagi dengan keluarga saya begitupun keluarga saya yang selalu membagikan pepaya dan kersen yang ada di halaman belakang rumah saya kepada mereka.

Sampai pada akhirnya saya pindah ke daerah Gang Kalimantan 3, begitu pula Kantor KPU yang kini berlokasi di Jalan Taifur Yusuf.

Beberapa tahun berlangsung, bangunan bekas kantor KPU itu kosong, hingga di tahun 2022 saya melihat adanya perubahan pada bangunan tersebut.

Bangunan megah dengan halaman yang luas itu kini disulap menjadi kedai kopi kekinian yang baru diresmikan pada bulan Agustus lalu, Ninety Coffee. Entah kenapa bagi saya bangunan itu sangat melekat di masa-masa kecil saya.

Hingga pada akhirnya saya berkesempatan untuk memasuki bangunan yang dulu selalu membuat saya penasaran.

Saya datang ke Ninety Coffee, sepertinya isi bangunannya tidak banyak direnovasi, masih berbentuk khas kantor dan punya beberapa private room yang luas.

Ketika saya masuk ke halaman belakangnya yang kini menjadi area outdoor dan live music pun isinya masih sama seperti yang dulu saya suka lihat dari lantai 2 rumah saya.

Namun sayangnya, pohon mangga yang lebat itu sudah tidak ada lagi.

Tempat yang saya tinggali bersebelahan dengan kantor KPU dulu pun kini sudah berubah menjadi kedai makanan rujak dan lotek, namanya Lotek Yani.

Hingga saat ini, ketika saya mengunjungi daerah tersebut, memori masa kecil saya otomatis berputar kembali.

Dulu untuk sekedar berjalan kaki di malam hari pun rasanya tidak menarik, tapi kini cukup memanjakan mata.

Hiasan lampu-lampu yang menerangi sepanjang jalan Selakopi dan spot juga kedai-kedai kopi di sana menambah kesan estetika dan nyaman.S

Saya berharap kedepannya Selakopi bisa lebih maju lagi karena kini sudah menjadi pusat perekonomian Cianjur.

Itulah yang bisa saya ceritakan tentang daerah masa kecil saya. Apakah kamu tertarik untuk tinggal dan membuka usaha di daerah Selakopi?

Leave A Reply

Your email address will not be published.