Mengintip Bumi Ageung, Rumah Bupati Cianjur RAA Prawiradiredja II
Penulis : E.D Jenura
Rumah bercat hijau itu terletak di Jalan Moh. Ali Nomer 64, Solokpandan, Cianjur, tepatnya di samping SMP Pasundan. Sekilas, tak ada yang istimewa.
Rumah asri berdinding kayu yang setengah halaman depannya dijadikan semacam foodcourt tersebut nyaris tertutup oleh ingar-bingar kendaraan yang padat serta jajaran pedagang kaki lima.
Namun, sesungguhnya rumah tersebut adalah saksi sejarah Kabupaten Cianjur. Di sanalah dulu RAA Prawiradiredja II, Bupati Cianjur yang memerintah pada kurun 1862-1910, tinggal.
Rumah yang kemudian dikenal dengan sebutan Bumi Ageung tersebut telah mengalami beberapa perbaikan karena bagian belakangnya sempat hancur oleh bom pada masa agresi militer. Meski begitu, keluarga besar RAA Prawiradiredja II berusaha mempertahankan keaslian bangunan bersejarah tersebut.
Pepet Djohar (74 tahun), menerima kedatangan dengan tangan terbuka. Lelaki yang masih nampak segar bugar ini merupakan keturunan langsung RAA Prawiradiredja karena nenek Pepet, RA Wiarsih (1910-1964), adalah putri RAA Prawiradiredja II sendiri.
Menurut Pepet, rumah RAA Prawiradiredja pada awalnya memiliki dua buah sayap bangunan. Ruangan utama di bagian depan merupakan ruang besar yang dulu berfungsi sebagai pendopo.
Di ruangan ini, lantai klasik berwarna abu dengan motif geometris biru tua diakui Pepet merupakan lantai asli yang tak diganti. Namun, keluarga kemudian membangun kamar di bagian kanan dan kiri pendopo.
Ruang kedua berukuran lebih kecil. Di ruangan ini terdapat sebuah lemari kaca antik berisi seperangkat peralatan makanan dan minuman buatan Belanda.
Yang menarik, dalam beberapa piring dan gelas yang dipajang di sana terukir inisial PR, dari nama Prawiradiredja II. Dan tak seperti lemari pada umumnya yang dibuka dari depan, lemari berkaca lebar ini dibuka dari samping.
Di depan lemari kaca, terdapat sebuah meja kayu berlapis marmer yang berisi patung-patung dan guci. Seperti halnya ruangan lain, dinding ruangan ini pun penuh dengan lukisan.
Salah satunya adalah lukisan RAA Prawiradiresja yang dibuat dengan pensil serta lukisan pemandangan yang menurut Pepet dibuat pada jaman Belanda.
Pepet mengaku bahwa sebagian barang-barang di rumah tersebut mengalami penjarahan yang cukup parah saat ditinggal mengungsi ke Kuningan pada tahun 1947-an.
Untungnya, lemari kaca dan meja marmer tersebut diselamatkan oleh tetangga yang tinggal di depan rumah mereka dan dikembalikan saat keluarga besar kembali ke Cianjur.
“Di antaranya yang hilang adalah senjata-senjata. Dulu ada pistol, tombak, dan lain-lain di ruangan tersebut. Semua hilang saat keluarga besar mengungsi,” tutur Pepet seraya menunjukkan sebuah ruangan kecil yang konon dulunya adalah tempat penyimpanan senjata untuk berburu.
Di ruangan ketiga yang ukurannya paling luas, terdapat dua meja bulat dan sebuah meja makan. Di sinilah Pepet mempersilakan duduk, tepat di depan lukisan RAA Prawiradiredja II yang digambar sendiri oleh salah seorang cucunya.
Pepet mengaku informasi mengenai buyutnya, RAA Prawiradiredja II, banyak didapatnya dari internet dan dari saudara-saudaranya yang tinggal di luar negeri. Meski begitu, keluarga besar telah berusaha mencatat silsilah mereka seakurat mungkin. Seperti halnya foto-foto dan lukisan, silsilah itu pun terpajang di dinding.
[…] Bupati Cianjur Herman Suherman mengatakan, dua elemen dasar kehidupan itu diambil yang terbaik dari masing-masing desa. […]