Asal Usul Tradisi Beli Baju Baru Saat Lebaran
CIANJUR – Momen Lebaran Idul Fitri di Indonesia tak hanya identik dengan kehangatan keluarga dan kelezatan hidangan khas, namun juga dengan tradisi membeli baju baru. Kebiasaan ini, yang kini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Lebaran, ternyata memiliki akar yang dalam dan melintasi berbagai zaman.
Menurut catatan dari Historia.id, kebiasaan membeli baju baru untuk Lebaran telah menjadi tradisi turun temurun yang sudah dilakukan sejak awal abad ke-20. Snouck Hurgronje, Penasihat Urusan Pribumi untuk Pemerintah Kolonial Belanda, mencatat bahwa tradisi ini telah merasuk ke dalam berbagai lapisan masyarakat pada masa itu, baik pejabat maupun rakyat jelata.
Baca Juga:
Dilansir dari Detik Finance: Dalam tulisannya yang berjudul ‘Sarung, Jubah, dan Celana: Penampilan sebagai Sarana Pembeda dan Diskriminiasi' yang termuat dalam Outward Appearances, Kees van Dijk menggambarkan bagaimana pejabat sekelas Bupati pada masa itu sering kali berpenampilan dengan pakaian pribumi yang dihias dengan kain ketat atau pantalon berwarna emas bergaya Eropa.
Namun, pada masa penjajahan Jepang, kebiasaan membeli baju baru jelang Lebaran agak tersendat. Hal ini disebabkan oleh kondisi ekonomi yang sulit dan barang-barang yang menjadi langka akibat produksi yang digenjot untuk memenuhi keperluan militer Jepang.
Thomas J. Lindblad dalam karyanya “Krisis Ekonomi dalam Sejarah Indonesia Abad ke-20” menjelaskan bahwa bahan pangan di pasar banyak menghilang, rakyat diarahkan untuk kerja paksa, bahkan pakaian pun disita.
Baca Juga:
Setelah Indonesia merdeka, kondisi perekonomian dan industri mulai membaik. Tradisi membeli baju baru jelang Lebaran pun kembali bersemi. Hingga kini, menjelang Idul Fitri, masyarakat Indonesia masih ramai mendatangi pusat perbelanjaan atau mengunjungi platform online untuk mencari baju baru sebagai bagian dari persiapan menyambut momen Lebaran dengan penuh kebahagiaan dan semangat baru.
[…] Asal Usul Tradisi Beli Baju Baru Saat Lebaran […]