Pada tahun 1979, tiga petani yang bernama Endi, Soma, dan Abidin membuat laporan kepada pemerintah Jawa Barat mengenai penemuan mereka atas keberadaan situs Gunung Padang, itu awal sejarah situs ini.
Dari situ, dimulailah perjalanan panjang untuk mengungkap misteri yang terkandung di dalamnya. Survei dan penelitian pun dilakukan pada tahun 1980, melibatkan seorang arkeolog terkemuka bernama Soejono.
Dari hasil penelitian tersebut, ternyata situs Gunung Padang merupakan punden berundak dari masa megalitikum. Namun, semakin dalam penelitian dilakukan, semakin banyak kejutan yang ditemukan.
Menurut laporan dari JurnalFlores yang dikutip dari kanal YouTube @SENTANI pada Minggu (24/3/2024), hasil penelitian arkeologis pada tahun-tahun tersebut telah membawa pemahaman baru mengenai situs Gunung Padang. Situs ini ternyata memiliki sejarah yang jauh lebih kompleks daripada yang awalnya dipikirkan.
Arkeolog dari berbagai lembaga, seperti Direktorat Perlindungan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala serta Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, melakukan pemetaan, penggambaran, dan deskripsi terhadap situs Gunung Padang.
Ekskavasi arkeologis di Gunung Padang bukanlah hal baru. Sudah sejak akhir tahun 1970-an hingga awal tahun 1980-an ekskavasi dilakukan untuk mengungkap misteri yang terkandung di dalamnya. Namun, hasil dari ekskavasi pada masa itu terbilang minim.
Pada tahun 1982, laporan dari Didi Bintarti menyatakan bahwa tidak ditemukan tanda-tanda penguburan di situs tersebut. Hanya sejumlah fragmen gerabah polos yang berhasil ditemukan.
Pada tahun 2003, ekskavasi dilakukan kembali di teras ketiga Gunung Padang. Hasilnya menguatkan temuan sebelumnya bahwa tidak ada gejala penguburan dari masa megalitikum di situs tersebut.
Namun, hal yang menarik ditemukan di teras keempat, di mana terdapat tumpukan monolit yang awalnya dianggap sebagai kuburan.
Ternyata, tumpukan monolit tersebut bukanlah kuburan, melainkan penanda bahwa teras tersebut memiliki kekhususan tersendiri.
Gunung Padang terdiri atas lima teras dengan ukuran yang berbeda-beda. Teras pertama merupakan teras terluas, sementara teras berikutnya cenderung mengerucut.
Sebelum memasuki punden berundak, terdapat sebuah sumur yang disebut sebagai Sumur Kahuripan. Sumur ini diyakini sebagai tempat penyucian sebelum melaksanakan upacara keagamaan di punden berundak Gunung Padang.
Keberadaan air di Gunung Padang menjadi misteri tersendiri. Meskipun berada di musim kemarau, air di sumur tersebut tidak pernah surut. Hal ini menjadi kepercayaan masyarakat setempat hingga saat ini.
Gunung Padang, dengan segala keunikannya, menjadi pusat perhatian para arkeolog dan peneliti. Teknologi arkeologi modern, seperti pemindai dan sinar X tanah, membantu mengungkap lebih banyak misteri yang terkandung di dalamnya.
Para peneliti kini mengetahui bahwa di bawah permukaan gunung terdapat terowongan, ruang, dan pilar yang membawa pemahaman yang lebih jelas mengenai situs tersebut.
Struktur dinding bangunan yang ditemukan di bawah permukaan teras kelima menjadi bukti adanya ruangan di bawah Gunung Padang.
Dinding ini terbuat dari batuan andesit yang direkatkan dengan menggunakan semen purba. Hal ini menegaskan bahwa Gunung Padang memiliki lebih banyak misteri yang perlu diungkap.
Misteri Gunung Padang tidak hanya sebatas pada tingkat nasional, tetapi juga menjadi sorotan internasional. Namun, masih banyak kejanggalan dan pertentangan mengenai temuan-temuan di situs ini.
Penelitian dan ekskavasi yang lebih mendalam masih diperlukan untuk mengungkap seluruh misteri yang terkandung di Gunung Padang.
Dengan keunikan dan kompleksitasnya, Gunung Padang menjadi salah satu peninggalan megalitikum yang patut dijaga dan dijelajahi lebih lanjut.
Sebagai bagian dari warisan sejarah dan budaya Indonesia, Gunung Padang tidak hanya menjadi saksi bisu dari masa lampau, tetapi juga menjadi penanda peradaban yang perlu dihargai dan dipelajari untuk generasi yang akan datang.
Semoga dengan upaya-upaya konservasi dan penelitian yang terus dilakukan, misteri Gunung Padang dapat terungkap secara utuh, dan warisan budaya ini dapat terus dilestarikan bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan kebudayaan manusia.