Reak, Kesenian Tradisional Cianjur Dengan Nilai Budaya Mendalam
Di Kampung Pasir Kuda, Desa Rahong, Kecamatan Cilaku, Kabupaten Cianjur, terdapat sebuah kesenian tradisional yang disebut sebagai reak.
Kesenian ini merupakan perpaduan antara reog, angklung, kendang pencak, dan topeng.
Konon, reak lahir pada abad ke-12 saat Prabu Kiansantang, putra Prabu Siliwangi, menginginkan agar penduduk Jawa, terutama Jawa Barat, memeluk agama Islam.
Dalam agama Islam, kewajiban sunat menjadi hal yang penting, namun seringkali membuat anak-anak ketakutan.
Untuk mengurangi rasa takut ini, para sesepuh Sumedang menciptakan kesenian yang menghibur, dan itulah yang kemudian dikenal sebagai Seni Reak.
Lagu-lagu yang dinyanyikan dalam pementasan Seni Reak umumnya berjenis pupuh atau wawacan, serta beberapa jenis lagu Sunda lainnya.
Peralatan yang digunakan dalam Seni Reak terdiri dari dogdog (kayu dan kulit), angklung (bambu), kendang (kayu dan kulit), goong (perunggu), terompet (kayu dan tempurung), topeng (karton dan kulit), dan kecrek (besi).
Ciri khas dari kesenian reak adalah kegiatan “susurakan” atau “eak-eakan” yang menimbulkan sorak-sorai.
Oleh karena itu, pementasan reak melibatkan minimal 20 orang pemain.
Mereka terdiri dari pemegang alat reog, penggendang pencak, pengangklung, penari topeng, penari, dan pengecrek.
Para pemain tidak mengenakan seragam, tetapi menggunakan pakaian sehari-hari.
Pementasan Seni Reak dimulai dengan penabuhan dogdog sambil berjalan mengelilingi arena.
Ini dilakukan untuk memperkenalkan para pemain kepada penonton.
Setelah itu, pemimpin pementasan memberikan sambutan sebagai permohonan maaf jika terdapat kekhilafan dalam pertunjukan.
Selain itu, juga ada ucapan terima kasih kepada tuan rumah dan penonton.
Setelah itu, semua alat dimainkan sesuai dengan lagu yang diminta oleh tuan rumah.
Para pemain menunjukkan keahlian mereka, bukan hanya dalam memainkan alat musik, tetapi juga dalam gerakan yang menarik untuk menghibur penonton.
Pementasan berlangsung dengan sorak-sorai dan tawa yang terus mengalir.
Setelah semua lagu dimainkan, pemimpin pementasan memberikan sambutan penutup yang mirip dengan sambutan pembukaan.
Dengan berakhirnya sambutan, pementasan reak pun berakhir.
Selain memiliki nilai estetika, Seni Reak juga mengandung nilai-nilai budaya yang penting.
Kesenian ini mengajarkan nilai-nilai kerjasama, kekompakan, ketertiban, ketekunan, kreativitas, dan kesadaran.
Para pemain dan masyarakat pendukungnya bekerja sama dalam melestarikan warisan budaya.
Kebersamaan dan ketertiban tercermin dalam pementasan yang lancar.
Ketekunan dan kerja keras terlihat dalam penguasaan teknik pemainan alat musik. Kreativitas ditunjukkan melalui gerakan yang menghibur penonton.
Kesadaran akan kekhilafan manusia diakui dan dinyatakan dalam sambutan pembukaan dan penutupan.
Reak bukan hanya kesenian yang menghibur, tetapi juga membawa nilai-nilai budaya yang bisa menjadi acuan dalam kehidupan sehari-hari.
Penting bagi masyarakat dan pemerintah setempat untuk menjaga dan melestarikan Seni Reak ini sebagai warisan budaya yang berharga.
Dengan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, kesenian tradisional Reak dapat terus memberikan manfaat dan keindahan bagi masyarakat Cianjur dan Indonesia.