Mengenal Cianjur dari Berbagai Sudut

Menyelidiki Ketidakseimbangan Adab di Atas Ilmu

1

– Di berbagai pelosok desa dan kota, terdengar keyakinan yang mengemuka bahwa adab lebih tinggi daripada ilmu. Keyakinan ini memunculkan pandangan bahwa ilmu tidaklah penting jika tidak diiringi oleh adab yang baik.

Dampak dari keyakinan ini adalah hilangnya budaya kritik terhadap guru, karena murid yang berusaha mengkritik bisa dikategorikan sebagai tidak beradab. Jika pandangan ini terus dianut sebagai prinsip hidup, maka diskusi intelektual akan terhambat dan keberadaan dialektika ilmiah akan meredup. Hal ini disebabkan oleh kurangnya apresiasi terhadap perbedaan pendapat yang dihargai dalam tradisi ilmiah.

Orang sering keliru memahami ungkapan ‘adab di atas ilmu’, sehingga ada kecenderungan mengesampingkan pentingnya ilmu. Namun, pemahaman yang tepat dari ungkapan ini adalah bahwa ilmu harus disertai oleh adab yang baik agar dapat diapresiasi secara utuh.

Sebagian ulama mengungkapkan bahwa tauhid pasti melahirkan iman. Barang siapa yang tidak memiliki iman, maka dia tidak memiliki tauhid. Iman pasti melahirkan syariat, dan barang siapa tidak memiliki syariat, maka dia tidak memiliki iman dan tauhid. Selanjutnya, syariat pasti melahirkan adab. Barang siapa tidak memiliki adab, maka dia tidak memiliki syariat, iman, dan tauhid (Muhammad Hasyim Asy’ari, “Adabul ‘Alim Wal Muta’allim”).

Baca Juga:

 Generasi Golden Memories 2

Namun, belakangan ini, terjadi perbincangan tentang ungkapan ‘Al-Adab Fauqal Ilmi’ atau adab lebih utama daripada ilmu, yang sayangnya sering disalahpahami. Banyak orang cenderung meniru gaya hidup tokoh yang dihormati tanpa memahami proses yang melahirkan akhlak mulia mereka. Mereka lebih suka hadir di majelis-majelis keagamaan seperti shalawatan, haul, atau khataman Al-Quran, tanpa memperhatikan majelis ilmu yang ada di sekitar mereka.

Jika kesalahpahaman ini terus berlanjut, ancaman serius bagi masyarakat adalah jauhnya mereka dari ilmu. Padahal, keberlangsungan Islam dan segala manifestasinya bergantung pada kekuatan ilmu.

Baca Juga: 

Ini Dia 7 Manfaat Konsumsi Tempe Mentah

Dalam konteks ini, ilmu adalah penunjuk yang sejati. Adab tanpa ilmu adalah kebodohan. Ilmu adalah cahaya, sebagaimana yang dikatakan Imam Syafi’i dalam petuah dari gurunya, Waqi’: “Saya mengadu kepada Waqi’ tentang buruknya hafalan, lalu beliau memberi petunjuk untuk meninggalkan maksiat, dan menjelaskan bahwa ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak diberikan kepada pelaku maksiat.”

Dengan demikian, hanya ilmu yang dapat menentukan benar atau salah, baik atau buruknya tindakan seseorang. Kritik terhadap ketidakberakhlakan seseorang juga hanya bisa dilakukan dengan ilmu, bukan dengan asumsi berdasarkan kesukaan atau ketidaksukaan semata.

1 Comment
  1. […] Menyelidiki Ketidakseimbangan Adab di Atas Ilmu […]

Leave A Reply

Your email address will not be published.