Guru Anti Kritik Harus Masuk Keranjang Sampah
CIANJUR – Khariq Anhar, seorang mahasiswa dari Fakultas Pertanian Universitas Riau (Unri), menjadi sorotan ketika dilaporkan oleh Rektor Sri Indarti ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Riau pada Jumat, 15 Maret 2024.
Alasannya? Khariq membuat sebuah video pendek yang mengkritisi soal Iuran Pengembangan Institusi (IPI), sebuah kontribusi yang dikenakan kepada mahasiswa untuk pengembangan perguruan tinggi. IPI telah diresmikan di UNRI dengan penekenan oleh Rektor dalam Surat Keputusan Rektor Nomor 496/UN19/KPT/2024. (Dikutip dari Kompas.com)
Reaksi terhadap kasus ini meluas di berbagai kalangan karena mencerminkan sikap yang anti-kritik dari pihak yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam mendukung diskusi dan pemikiran kritis.
Baca Juga:
Terkait dengan hal ini, muncul pertanyaan, mengapa guru seharusnya tidak anti-kritik?
Menurut Soe Hok Gi, seorang aktivis terkenal, “Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah. Guru bukan dewa dan selalu benar. Dan murid bukan kerbau.”
Kutipan ini, yang dibuat oleh Soe Hok Gie, mencerminkan pentingnya menerima kritik sebagai bagian dari proses pembelajaran dan pengembangan diri. Guru yang mengabaikan atau menolak kritik tidak hanya menutup pintu bagi diskusi yang sehat, tetapi juga menghambat pertumbuhan intelektual dan emosional siswa.
Pendidikan bukan hanya tentang memberikan pengetahuan, tetapi juga tentang membuka ruang bagi siswa untuk mengembangkan pemikiran kritis dan independen. Menurut Paulo Freire, seorang filsuf pendidikan terkemuka, pendidikan memiliki peran yang lebih besar dalam melawan ketidakadilan sosial dan politik. Freire menekankan pentingnya pendidikan yang membebaskan dan memberdayakan individu untuk berpikir secara kritis dan bertindak untuk perubahan positif dalam masyarakat.
Baca Juga:
Dengan memahami pentingnya kritik dalam pendidikan, diharapkan guru akan lebih terbuka terhadap berbagai sudut pandang dan ide baru. Guru yang menerima kritik dengan lapang dada dapat menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan memotivasi siswa untuk terus berkembang dan berinovasi.
Menerima kritik bukanlah tanda kelemahan, tetapi merupakan tanda kedewasaan dan kemampuan untuk belajar dan berkembang. Oleh karena itu, penting bagi guru dan lembaga pendidikan untuk mempromosikan budaya yang mendorong diskusi terbuka, refleksi diri, dan peningkatan berkelanjutan.