Dua Stasiun di Cianjur Jadi Saksi Sejarah Masa Kolonial
Kabupaten Cianjur memiliki peranan penting dalam pembangunan jaringan kereta api di Priangan pada masa kolonial. Dua stasiun yang terletak di Cianjur, yaitu Stasiun Cianjur dan Stasiun Lampegan, menjadi saksi bisu sejarah pengiriman rempah-rempah dari kota yang dahulu merupakan Ibu Kota Prahiyangan ini.
Pada tahun 1881, perusahaan kereta api negara, Staatssporwegen (SS), memulai pembangunan jaringan kereta api pertama di Priangan. Jalur yang dibangun meliputi Bogor – Cianjur – Bandung – Cicalengka, dengan total panjang 184 km, dan selesai dibangun pada tanggal 10 September 1884, seperti yang dikutip dari laman https://heritage.kai.id.
Stasiun Cianjur dan Stasiun Lampegan dibangun pada tahun 1882 dan resmi dibuka untuk umum bersamaan dengan pembukaan jalur kereta api Sukabumi-Cianjur pada tanggal 10 Mei 1883.
Kedua stasiun ini memiliki bangunan yang menampilkan nuansa Eropa yang kental. Stasiun Cianjur, terutama, terlihat lebih besar karena berada di pusat kota Cianjur, hanya berjarak sekitar 500 meter dari Pendopo atau pusat pemerintahan. Fasad bangunannya mengusung gaya arsitektur Eropa dengan tiang besi, pintu yang besar, dan berbagai bentuk arsitektur lainnya.
Sebagian besar bangunan ini masih mempertahankan keaslian bentuk arsitektur dan nilai sejarahnya. Beberapa bagian diperbarui hanya pada cat atau bagian kecilnya untuk memperkuat dan mempercantik, namun nilai sejarahnya tetap dijaga dan dilestarikan untuk diwariskan kepada generasi berikutnya, seperti yang diungkapkan oleh Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA) Stasiun Cianjur, Rustandi.
Penggiat Sejarah Cianjur, Aris, menjelaskan bahwa Stasiun Cianjur menjadi pusat transportasi yang vital pada masanya, baik untuk transportasi orang, pasukan, logistik, maupun pengiriman hasil bumi dan rempah-rempah. Di seberang Stasiun Cianjur terdapat bangunan gudang yang dulunya digunakan sebagai tempat penyimpanan rempah-rempah sebelum dikirim ke Batavia. Meskipun bangunan tersebut sekarang sudah rusak dan hampir rubuh, tetapi nilai sejarahnya tetap menjadi bagian penting.
Stasiun Cianjur juga memiliki tempat khusus untuk berputarnya lokomotif kereta api. Pada masa itu, kereta uap hanya bisa melaju di satu sisi, sehingga diperlukan tempat khusus untuk memutar kepala lokomotif. Namun, saat ini tempat tersebut telah berubah menjadi kolam ikan. Meski demikian, sisa-sisa rel dan alat pemutar lokomotif masih dapat ditemukan di lokasi tersebut.
Selain Stasiun Cianjur, Stasiun Lampegan yang terletak di Desa Cibokor, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur juga memiliki peranan penting sebagai pusat pengiriman rempah-rempah. Stasiun ini terkenal dengan terowongannya dan hanya berjarak 8 kilometer dari Situs Megalitikum Gunung Padang.
Stasiun Lampegan pernah menjadi rute terakhir kereta Bandung-Cianjur karena terowongan Lampegan yang menjadi jalur satu-satunya dari Cianjur menuju Sukabumi mengalami longsor. Meskipun terowongan tersebut pernah ditutup karena longsor pada awal tahun 2001, namun setelah mengalami renovasi besar, Stasiun Lampegan kembali difungsikan sekitar tahun 2010.
Selain cerita tentang terowongan yang dihantui bencana longsor dan memiliki sisi mistis, Stasiun Lampegan juga berperan sebagai sarana utama pengiriman rempah-rempah. Bahkan hingga tahun 70-an, terdapat jalur khusus yang menuju pabrik pengolahan hasil rempah dari kawasan Kecamatan Cibeber dan Campaka.
Meskipun masa kejayaan kedua stasiun ini hanya menjadi kenangan masa lalu, peran mereka sebagai bagian dari transportasi massal kereta api tetap berjalan. Tiang besi dan bagian bangunan stasiun yang telah tua namun tetap terawat akan tetap menjadi saksi bisu peran penting mereka dalam sejarah Cianjur.