Mengenal Cianjur dari Berbagai Sudut

Tugu Helm, Saksi Sejarah Perlawanan Resimen Tangerang di Cianjur

0
 

Penulis : E.D Jenura

Tanggal 17 Agustus 1945 lalu, bangsa memproklamasikan kemerdekaan, setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Namun Pihak Belanda tidak membiarkan langkah negara bekas jajahanya itu memproklamasikan kemerdekaan.

Belanda yang tidak mau mengakui kemerdekaan Bangsa , sehingga terus berupaya untuk kembali merebut wilayah , secara diplomatik maupun perlawanan secara fisik.

Bahkan sejak memproklamasikan kemerdekaannya, Belanda dan beberapa kali melakukan perjanjian. Seperti perjanjian Lingkarjati dan Renville. Namun perjanjian Renville itu sangat merugikan pihak .

Selang beberapa waktu, Belanda menyerang Yogyakarta yang pada saat itu menjadi Ibu Kota Republik . Bahkan akibatnya, pertempuran pun meluas dan terjadi di berbagai daerah, termasuk di Kabupaten Cianjur.

Salah satu pertempuran yang terjadi di Kabupaten Cianjur, yaitu tepatnya terjadi di Kampung Cijaruman, Desa Cibadak, Kecamatan Cibeber. Pertempuran itu melibatkan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dari Resimen Tangerang dengan Tentara Kerajaan Belanda.

Aris Mustarizal, dari De Brings Tjiandjoer, sebuah komunitas sejarah di Cianjur, mengisahkan pada tahun 1946 wilayah Kabupaten Cianjur sudah dikuasai Belanda dan batas wilayahnya hingga di Jembatan Ereng, di Kecamatan Cibeber.

“Jembatan Ereng yang merupakan batas wilayah antara dengan Belanda, atau zona bebas. Jadi saat itu, wilayah Cianjur selatan masuk dalam wilayah Indonesia, sedangkan dari sebagian wilayah Cibeber hingga kota Cianjur masuk dalam kekuasaanya Belanda,” tuturnya.

Namun antara sekitar tahun 1946 hingga 1947, menurut Aris, pihak Belanda yang tengah melakukan patroli di sekitar perbatasan tersebut, bertemu dan langsung dihadang oleh salah satu regu dari Resimen Tangerang. Akibatnya pertempuran pun tidak bisa dihindari.

Setelah bertempur dengan sangat sengit, tiga anggota dari Resimen Tangerang yaitu Kopral Syarif, dan dua lainnya yang tidak diketahui identitasnya gugur di tempat.

“Pada saat pertempuran, tentara Belanda berpencar ke arah kiri, dan saat personel dari Resimen Tangerang fokus ke arah depan, tiba-tiba ditembak dari arah belakang sehingga Kopral Syarif dan dua rekannya gugur,” kisahnya.

Menurutnya, meski beberapa saksi sejarah menyebutkan ada tiga orang dari pihak Indonesia, dia menyakini terdapat belasan personel TKR yang terlibat pertempuran dengan Belanda tersebut.

“Setelah Kopral Syarif gugur, jasadnya sempat dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Desa Cimanggu, Kecamatan Cibeber. Tetapi setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia jasad Kopral Syarif kemudian dipindahkan ke Tangerang,” katanya.

Atas jasa dan pengorbanannya Pemerintah Indonesia sekitar tahun 1970, membuat sebuah tugu yang bertuliskan Gugurnya Kopral Syarif.

Tugu yang sempat terlantar tersebut, sempat direnovasi dua kali oleh warga sekitar yang peduli terhadap jasa para pahlawan kemerdekaan. Kini tugu berwarna merah, putih dan hijau, dan terdapat helm diatasnya serta berdiri tegak sebuah tiang bendara Indonesia itu, tampak sebuah tulisan “Tugu Pahlawan Revolusi Kemerdekaan Gugurnya Kopral Syarif tahun 1949”.

“Sebenarnya tugu itu merupakan Tugu Pahlawan, namun karena terdapat helm diatasnya, sehingga masyarakat sekitar menyebutnya Tugu Helm,” kata Aris.

 

Leave A Reply

Your email address will not be published.